Belajar Demokrasi Dari Sosok Negarawan Ahok

Fenomena Mencari Sosok Negarawan memang merupakan hal yang bagus untuk dibahas kali ini, karena meningat politisi sudah banyak tapi sangat sedikit sosok negarawan di negeri ini, salah satu negarawan yang sudah diakui oleh masyarakat adalah Ahok, tapi sayang kenegarawanannya harus dibenci oleh sebagian orang karena memang tidak sepaham dengan mereka yang politisi, politis yang hanya mementinkan kepentingan pribadi tanpa memikirkan rakyat apalagi bangsa ini kedepan, politisi yang hanya berkuasa untuk dirinya sendiri selama menjabat saya sudah dapat menghasilkan apa saja, politisi yang hanya sibuk mengurus kepentingan isi perutnya sendiri, politisi yang sibuk berdagang mengukur untung dan rugi mereka, kerugian ketika masa pencalonan dan keuntungan ketika menjabat, sebuah sosok negarawan yang sangat dinantikan malah mendapatkan penolakan, - tapi dari semua itu, marilah kita belajar demokrasi dari sosok negarawan AHOK berikut ini



Di tengah-tengah pesimisme masyarakat mencari sosok pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah Jakarta, sosok Ahok merupakan jawaban dalam mengatasi permasalahan tersebut. Ahok sebagai simbol pemimpin perubahan menandakan harapan baru dan terobosan-terobosan baru.

Ahok hadir mewakili Zeitgeist (jiwa zaman), dengan ”inovasi politik”, baik tingkat gagasan, visi, strategi, dan program. Pasangan Ahok-Djarot, selain mencerminkan perubahan, pasangan tersebut merupakan duet ideal yang saling melengkapi.

Ahok adalah tipe pemimpin yang menjawab semua masalah dengan aksi, dan bukan dengan klaim-klaim, atau dengan kekuatan retorika. Tampaknya Ahok tidak mempunyai kelebihan untuk beretorika tetapi mewujudkannya dengan aksi dan tindakan nyata.

Selama memimpin DKI, Ahok justru memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menilai kinerja pemerintah, misalnya, melalui dialog terbuka dengan masyarakat luas yang dilakukan secara terus menerus—bukan seperti pemimpin lain yang hanya melakukan dialog hanya pada saat menjelang pemilu saja.

Politik tebar janji, tebar pesona, senyum ke mana-mana, melambai-lambaikan tangan, demi mendapatkan simpati masyarakat tidak terdapat dalam diri Ahok-Djarot.

Jika kita cermati secara mendalam, Ahok tampaknya lebih melihat demokrasi dari perspektif rakyat. Kelompok yang lazim disebut ‘civil society’ ini ditempatkan oleh Ahok pada bagian yang sangat penting untuk dibangun dan dikuatkan dalam asas demokrasi. Dan inilah sesungguhnya praktek demokrasi yang sangat esensial.

Salah satu di antara pilar-pilar dalam demokrasi adalah masyarakat yang kuat, cerdas dan punya andil sebagai subjek pembangunan. Masyarakat ini (civil society) seperti kita lihat dalam kepemimpinan Ahok tidak dijadikan sebagai objek kekuasaan namun justru diajak untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan.

Ahok mendengarkan dan menjemput suara rakyat dengan datang ke kampung-kampung kumuh, pasar, tempat segala harapan dan mimpi rakyat bergulir.

Ahok menunjukkan diri sebagai pemimpin yang bekerja. Ahok amat menyadari bahwa tidak ada manfaatnya berdemokrasi jika kesejahteraan rakyat terabaikan. Untuk menciptakan sebuah proses kehidupan berdemokrasi yang benar-benar bersih dan berkualitas, diperlukan langkah-langkah konkrit untuk melakukan pembelajaran politik yang benar pada masyarakat sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Ahok—dan bukan sebaliknya memberi contoh pada masyarakat dengan trik-trik politik yang tidak terpuji.

Demokrasi yang berkualitas tak mungkin hadir tanpa adanya komitmen untuk pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konsisten, pun sebaliknya. Demokrasi yang berkualitas ditandai dengan terwujudnya good governance yang mensyaratkan adanya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik.

Ahok memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia di tengah fakta belum tercapainya tujuan negara, yakni kesejahteraan rakyat. Dengan gaya kepemimpinannya yang demokratis, demokrasi dikembangkan untuk melihat penyakit-penyakit apa saja yang mengganggu masyarakat.

Zeitgeist baru pada Pilkada Jakarta hanya ada pada pasangan Ahok-Djarot. Akhirnya jelang Pilkada, 19 April mendatang pastikan bahwa Anda tidak salah memilih calon pemimpin.

Penulis artikel: Moh. Shofan, kader Muhammadiyah dan Mahasiswa Program Doktoral pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

sumber:http://rumahinjectssh.blogspot.com

0 Response to "Belajar Demokrasi Dari Sosok Negarawan Ahok"

Post a Comment