Gamawan Fauzi, Pendekar Anti-Korupsi yang Tersandung Kasus e-KTP


Gamawan Fauzi di Gedung KPK. (Liputan6.com)

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, Kamis (09/03) kemarin, Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi disebut menerima US$4,5 juta dan Rp50 juta dari proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).

Seperti diberitakan CNN Indonesia, Masuknya nama Gamawan cukup menarik perhatian lantaran dia pernah mendapatkan penghargaan sebagai tokoh anti-korupsi yang disematkan oleh komunitas Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) pada 2004 silam. 

Peraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini mendapatkan penghargaan BHACA saat menjabat sebagai Bupati Solok, Sumatera Barat. Kala itu, ia disematkan sebagai tokoh anti-korupsi bersama ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra. 

BHACA adalah penghargaan yang diberikan oleh komunitas yang sadar mengenai bahaya-bahaya korupsi bagi kelangsungan hidup bermasyarakat dan berbangsa. 

BHACA memilik semangat dan tekad untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam mendorong, memberdayakan, dan melindungi para pejuang anti-korupsi. Komunitas BHACA berdiri pada 9 April 2003 dan telah memberikan penghargaan pada 15 tokoh termasuk Jokowi dan Basuki T Purnama (Ahok). 

Gamawan menjabat sebagai Bupati Solok selama 10 tahun, 1995 hingga 2005. "Jujur saya katakan, tak ada satu sen pun saya keluar uang untuk meraih jabatan kedua kali sebagai Bupati Solok," kata Gamawan usai pemilihan bupati lewat DPRD pada tahun 2000. 

Ia mengaku sejak awal menjadi pejabat, sudah mewanti-wanti dan mendidik ketiga anaknya untuk hidup sederhana, memakan, dan menikmati apa yang menjadi hak dan halal. 

Selama 10 tahun menjadi bupati Solok, ia mengaku belum pernah sama sekali didatangi demonstran, pengunjuk rasa yang mempersoalkan kebijakannya dalam pemerintahan. Padahal, siapapun tahu sejak reformasi sampai sekarang siapapun bisa menggugat, memprotes, dan menghujat bupati atau pejabat. 

Setelah itu, ia sukses keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Barat pada 2005. Saat itu ia berduet bersama Marlis Rahman sebagai calon wakil gubernur dengan dukungan dua partai politik, PDIP dan PBB. 

Namun, belum habis masa baktinya, Gamawan yang kabarnya hanya satu mobil pribadi keluaran tahun 1995, bukan mobil baru, tetapi hasil dari lelang mobil dinas Pemkab Solok yang di-dump atas persetujuan DPRD ini langsung ditunjuk oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengisi pos Menteri Dalam Negeri di Kabinet Indonesia Bersatu II. 

Berbagai penghargaan pernah diraih oleh ayah dari tiga orang anak ini. Selain penghargaan tokoh anti-korupsi yang disematkan BHACA, Gamawan pernah meraih Bintang Mahaputra Utama pada 2009, Charta Politika Award untuk kategori pemimpin kementerian/lembaga pemerintah non kementerian berpengaruh di media pada 2010, serta penghargaan dari Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia pada 2012. 

Gamawan menjadi salah satu nama 'besar' yang disebut menerima aliran dana dalam proyek pengadaan e-KTP. Pada proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut, pria kelahiran Solok 59 tahun silam itu diduga menerima uang sebesar US$4,5 juta dan Rp50 juta, atau lebih dari Rp60 miliar.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. 

"Selain memperkaya diri sendiri, kedua terdakwa juga memperkaya orang lain dan korporasi," ujar jaksa KPK Irene Putri, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3). 

Gamawan beralasan dia tidak tahu jika proyek pengadaan itu bermasalah, bahkan sampai berujung korupsi dan merugikan negara. "Tiba-tiba, saya dapat kabar ada kerugian Rp 1,1 triliun. Bagaimana saya tahu kalau ada masalah, karena yang saya pegang kan hasil audit, hasil pemeriksaan," ujar Gamawan Fauzi. 

Pada Rabu (28/9) lalu, KPK sempat memeriksa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin. Saat itu, Nazaruddin sempat menyebut nama Gamawan. Selain Gamawan, mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Janedri juga disebut Nazaruddin menerima aliran uang proyek e-KTP. 

"Yang terlibat itu Sekjen MK Janedjri itu yang menawarkan uang ke teman-teman. Tentang aliran ke Gamawan (Fauzi) itu, ada yang diserahkan ke adiknya," sebut Nazaruddin usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (28/9). 

Terhadap pernyataan Nazaruddin ini, Gamawan menyanggah. Ia malah minta pernyataan tersebut dapat dibuktikan. 

"Saya terima atau siapa? Saya terima? Buktikan saja kalau memang saya terima. Makanya dia (Nazaruddin) saya laporkan dia ke Polda," ujar Gamawan. 

"Katanya saya yang terima? Terus ini bilangnya adik saya yang terima. Beda-beda kan," imbuhnya kala itu.

0 Response to "Gamawan Fauzi, Pendekar Anti-Korupsi yang Tersandung Kasus e-KTP"

Post a Comment