Jika Jokowi Tidak Lagi Jadi Presiden Indonesia. Yang Rugi Siapa? Yang Untung Siapa?


Saya membaca begitu banyak ulasan dan analisa tentang perpolitikan Indonesia. Tentang konsidi dan situasi di Jakarta dan tentu saja di Indonesia. Tentang kemungkinan-kemungkinan yang melibatkan partai, ormas-ormas keagamaan, TNI, Polri dan tentu saja orang-orang siluman yang saya tidak mereka itu siapa.

Beberapa ulasan membuat saya senang dan percaya bahwa Indonesia akan baik-baik saja, beberapa ulasan membuat saya kecewa bahwa pada akhirnya pemerintah tidak bisa apa-apa. Dan kadang saya sendiri menulis ulasan-ulasan setelah membaca berita lalu memadukannya dengan keterbatasan logika.

Hasilnya hanya sebuah usaha menghibur diri dari rasa kekhawatiran akan nasib negeri tercinta.

Lalu saya berpikir, apa bedanya Jokowi dan Ahok?

Kedua orang ini tidak ada bedanya. 90% keduanya mempunya posisi dan nasib yang sama. 10% yang membedakan mereka adalah suku dan agamanya. Diluar itu, semuanya sama.

Sama-sama bukan ketua partai, sama-sama Pengusaha yang terjun menjadi birokrat lalu politisi. Sama-sama bekerja membangun wilayah kekuasaannya. Sama-sama diusung di Pilkada Jakarta, dengan tujuan awal untuk membawa perubahan dan memberi harapan.

Karena kesamaan posisi dan nasib inilah yang membuat mereka berdua begitu dekat, saling memiliki. saling mendukung, saling membela, saling memuji, saling menghormati, saling membersarkan hati.

Adakah kesamaan nasib dari keduanya? Ya, kalau rakyat masih tidak membela, nasib mereka akan beujung sama dengan alasan yang berbeda.

Sejak Jokowi dilantik menjadi Presiden terpilih tahun 2014, pada tahun yang sama Ahok juga dilantik menjadi Gubernur Jakarta. Sejak itu pula, cobaan demi cobaan tidak henti-hentinya menghantam mereka walaupun dengan isu-isu yang berbeda.

Yang pasti munculnya mereka berdua di negeri ini ditolak oleh segelintir orang yang terbiasa menguasai negara tanpa harus jadi raja. Dan dengan keahlian mereka menghasut massa, menjual agama dan SARA, maka menjadi pemimpin yang bersih, berani, profesional, dan transparan sama sekali tidak berguna. 

Hasutan demi hasutan, fitnah demi fitnah, tuduhan demi tuduhan selalu menyerang mereka. Sampai Akhirnya, kalau menurut kacamata saya, Jokowi dan Ahok sepakat untuk mengorbankan satu dari mereka. Karena pertama, kalau mereka sama-sama sibuk melawan semua cobaan, maka dua-dua tidak mungkin bisa kerja. Kedua, Posisi Jokowi yang menjadi simbol negara, sangat tidak mungkin untuk dikorbankan duluan. Akhirnya Ahoklah yang mengorbankan diri dengan munculnya dakwaan penistaan agama. Sementara Jokowi bisa sedikit tenang meneruskan pekerjaan membangun Indonesia.

Kekuatan mental dan kebesaran hati keduannya juga sama. Karena kalau saya bandingkan dengan siapa saja pemimpin yang pernah ada, rata-rata mereka akan langsung memperkarakan apapun yang berhubungan dengan tindakan pencemaran nama. Makanya jadi Pengacara di Indonesia mah bisa kaya raya.

Tapi Jokowi dan Ahok, paling jarang melaporkan orang yang sudah menghina bahkan menfitnah mereka.

Pertarungan Ahok di ajang Pilkada Jakarta selesai sudah namun cobaan tidak berhenti disana. Biarpun sudah kalah, pihak yang menang seperti tidak rela bahwa Ahok mendapatkan kekalahannya dengan sangat terhormat.

Berkaca pada apa yang terjadi pada Ahok dengan serangan yang begitu dahsyat dituduh menistakan agama, siapa yang membela dia? Tidak ada. Ahok tetap diadili dan besok tanggal 9 Mei, Hakim akan memutuskan hukuman bebas atau penjara untuk panutan kita Bapak Basuki Tjahaja Purnama.


Para pendukung dan warga yang begitu mencintai Ahok tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengirim bunga dan menahan lara.

Saya berdo’a semoga kebenaran ditampakkan oleh Allah seutuhnya dan kebohongan ditampakkan pula seutuhnya tanpa harus direkayasa.

Apapun yang pengadilan putuskan, Ahok berniat untuk tidak kembali berperan di panggung perpolitikan Indonesia. Karena dari awalpun, niat dia untuk terus muncul kepermukaan adalah untuk membuat perubahan, membangun Jakarta dan Indonesia. Bukan karena ambisi untuk menjadi kaya raya ataupun ingin terus berkuasa. Ahok tidak menginginkan itu semua. Makanya kita bertanya, Ahok kalah di Pilkada yang rugi siapa? Bukan ahok tapi warga Jakarta.

Kita kan tidak bisa menutup mata melihat hasil karya yang sudah Ahok persembahkan buat Jakarta. Kecuali Anies mengadakan uparaca peresmian ulang dari semua yang sudah Ahok bangun dan dia menandatangi batu yang bertuliskan “Telah diresmikan oleh Gubernur Baru Anies Baswedan”, maka nama Ahok akan hilang.

Selamat kepada Anies Baswedan yang sudah meraih apa yang diimpikan. Dan juga Sandiaga Uno yang sudah berhasil memenuhi harapan orang tua. Saking bahagianya ibunda Sandiaga Uno sampai dia rela mencium kaki seorang keluarga Cendana saat kemenangan diumumkan.

Itulah babak pertama dan babak kedua akan segera ditayangkan.

Jokowi akan maju ke Pilpres 2019.

Lucunya, orang-orang siluman itu seolah mulai memutar haluan yang asalnya mengarah ke Balai Kota dan setelah berhasil memenangkan Paslon nomor tiga, sekarang mereka mengarahkan haluannya ke Istana Negara.

Lagi-lagi ada persamaan nasib mereka.

Karena skala Jokowi skala nasional, isu yang dilemparkan juga bukan isu kecil-kecilan. Saat ini isu yang tersebar adalah adanya usaha-usaha kearah makar.

Yang saya pahami ini semua adalah usaha-usaha dalam rangka melemahkan dukungan rakyat pada Jokowi menuju ajang Pilpres 2019. Banyak orang bilang bahwa Jokowi kurang tegas menghadapi ormas anti-Pancasila, saya jadi ingin bertanya, “Presiden mana yang bisa bertindak lebih tegas dari seorang Jokowi?” Saya jawab sendiri ya, “Ada satu presiden yang sangat tegas, yaitu Soeharto. Soeharto tidak pernah sedikitpun menganggap remeh pada setiap kritikan yang ada. Saking tegasnya, Soeharto dikenal dunia sebagai seorang Pemimpin yang diktator, Pelanggar Hak Asasi Manusia paling banyak di dunia.

Tidak usah kita bicara soal usaha penggulingan Pancasila, sedikit saja ada rakyat yang bertanya soal kebijakan Soeharto atau mengkritik tentang apa yang sudah Soeharto lakukan, saya jamin orang itu akan hilang atau dipenjara dengan tuduhan “Berniat” untuk makar bahkan “disinyalir akan” makar saja sudah pasti berujung dipenjara. Lewat pengadilankah? Mungkin iya mungkin tidak.

Tapi Jokowi cukup istiqomah. Dia tetap saja bekerja maksimal membangun Indonesia tanpa memikirkan apakah dia akan menjadi Presiden Indonesia untuk periode kedua atau tidak.

Apa ruginya Jokowi kalau dia tidak kembali menjadi Presiden Indonesia untuk periode kedua? Tidak ada!

Sama seperti Ahok, Jokowi juga bukan orang yang berambisi untuk terus berkuasa atau untuk bisa menjadi kaya raya. Lihat seluruh keluarganya, apakah ada perubahan dari kehidupan mereka sebelum dan sesudah Jokowi menjadi orang nomor satu di Indonesia? Tidak ada!

Anak-anak dan istri serta seluruh keluarganya tetap saja dengan usaha mereka yang dijalankan tanpa memanfaatkan jabatan Jokowi sebagai Presiden Indonesia.

Saat ini yang terpenting buat Jokowi adalah menyelesaikan masa jabatannya sampai tahun 2019. Jokowi tidak seberambisi JK atau si Macam Asia.

Jadi, jika Jokowi tidak menjadi Presiden Indonesia untuk periode kedua, yang akan rugi itu siapa? Dan yang akan untung itu siapa?

0 Response to "Jika Jokowi Tidak Lagi Jadi Presiden Indonesia. Yang Rugi Siapa? Yang Untung Siapa?"

Post a Comment